BROWNIS
Siapa
yang ga tau dengan kue/cake ini ? semua pasti tau. mulai dari warna,
kelembutan, dan tekstur kuenya yang sedikit kasar tapi lebut saat dimakan. Ini adalah kue yang gua suka, coklat
pastinya. Gua sering mencium harumnya kue setelah dipanggang, yaa.. maupun itu
dipanggang dengan kompor tapi harumnya ga jauh beda dengan harum kue ber”brand”
terkenal.
Terkadang
harum kue cuma selewat tercium dan kita belum tau kalo kue itu enak apa engga
untuk dimakan ? tapi semua bakalan tau kalo kue itu enak atau engga setelah
kita cicip, satu gigit untuk
merasakan kue. mencoba merasakan-nya
memang sangat mudah, tapi bagaimana jika kue itu tidak enak ? yang terpenting
adalah bagaimana keyakinan kita untuk
berekspetasi terhadap kue yang enak, pasti kue itu akan enak saat dimakan.
Brownis
adalah kue yang natural, dalam artian ; kue ini pasti banyak banget varian rasa
dan mempunyai bentuk yang beragam, tapi kembali ke-rasa” brownis ya tetap brownis, dengan rasa yang ga beda sama
sekali, ya… itu, brownis.
Itulah
yang gua rasa sejak kenal seseorang yang awalnya gua anggap sebagi harum yang
tercium hanya selewat, mungkin gua salah, mungkin gua terlalu menyamakannya
dengan “kue-kue toples” yang hanya ada disaat lebaran dan setelah itu diberikan
kepada orang lain ? iya gua salah. Lalu mengapa ia Membiarkan harum itu tetap untuh dan terjaga oleh harum
kue yang lebih tajam dari-nya? Mungkin ia sedang mencari “pencicip” yang
benar-benar merasakan kue, bukan “mencicip” yang setelah ada kue varian lain
bakal “mencicip’ yang lain. Gua ga tau.
Saat
ini gua merasakan adanya rasa natural seperti yang gua bilang sebelumnya, seperti
kue yang sangat menjaga keasliannya dan tidak memberikan opsi-opsi lain
kedalamnya. Gua yakin dengan apa yang gua cicip,
apa yang gua rasa bakalan berekspestasi baik untuk diri gua sendiri.
“bagaikan
brownis yang tetap mempertahankan kelembutan, tekstur dan rasa yang amat dalam
untuk hati yang sedang pahit”
Comments
Post a Comment